Oleh : Khilmi Zuhroni
Tulisan ini mencoba memberikan penjelasan terhadap keberadaan Kornas KP HMI (atau lebih populer dengan nama KPN). hal ini juga terkait dengan pertanyaan yang muncul dari pengurus KPC pada acara temu KPN dengan KPC se Inbagteng di Purwokerto.
1. Apa KPN itu ?
KPN atau yang biasa disebut Korp Pengader Nasional adalah sebuah institusi baru yang dibentuk pada pleno II di Makasaar tahun 2006. sebagaimana halnya dengan lembaga khusus yang lain, seperti KOHATI, PAN (Pusat Arsip Nasional) atau LAPMI, dalam pola struktur organisasi KPN merupakan bagian dari struktur pimpinan yang memiliki peran-peran khusus dan bersifat otonom (lihat ART, pasal 49) yang dibentuk dalam kerangka melakukan koordinasi Korp Pengader secara nasional. Dalam posisi PB, maka KPN merupakan bagian dari struktur PB HMI yang bertugas melaksanakan program dan kewajiban sesuai dengan paran dan fungsi KPN, memberikan laporan kerjanya pada struktur pimpinan dan melaksanakan pertanggung jawaban pada forum Kongres (Art, pasal 51). Sebagai sebuah lembaga baru, secara khusus, KPN memang belum memiliki aturan dan pedoman khusus yang mengatur bagaimana gerak dan ruanglingkup garapan. Namun secara umum sebagaimana hasil pleno II, KPN memiliki mandat melakukan peran-peran koordinasi anggota korp pengader secara nasional serta memfasilitasi perdirinya KP di beberapa cabang yang sampai saat ini belum memiliki KP sendiri.
2. Mengapa harus ada KPN ?
Dalam pelaksanaan kongres-25 di Palu yang berlangsung antara 13-20 Agustus 2005, ada beberapa pembicaraan khusus tentang keberadaan korp pengader pada saat pembahasan ART yang menyangkut lembaga khusus. Hal ini muncul terutama ditengarai oleh adanya jarak sosial yang sangat jauh antara anggota anggota korp. Jarak sosial yang dimaksud adalah adanya berbagai tradisi dan karakter pengader yang berbeda-beda antara masing-masing cabang. Karakter ini lebih didasarkan pada bangunan pengetahuan yang berkembang pada masing-masing diri pengader serta adanya citra diri pengader—yang menurut pembicaraan waktu itu—dirasa banyak bertolak belakang dengan citra diri ideal seorang pengader sebagaimana yang tercantum dalam pedoman pengader. Kedua, adanya keinginan dari cabang-cabang membentuk forum silaturrahmi pengader secara nasional untuk mengkomunikasikan/sharing gagasan berbagai perkembangan dan kreatifitas masing-masing KP dalam mengelola dan—terutama tetap—menjaga idealisme intelektual anggota korp-nya masing-masing. Ketiga, adanya kegelisahan yang sama tentang mulai menurunnya kualitas pengader secara khusus dan perkaderan HMI secara umum. Dalam jagat HMI, pengader selalu diasumsikan sebagai pengawal perkaderan, penjaga intelektualitas, dan manusia-manusia ideal yang merupakan produk pelatihan dan hasil perkaderan HMI. Maka tidak aneh jika berkembang tidaknya dunia perkaderan dalam HMI, pengader memiliki tanggung jawab yang sangat signifikan di dalamnya. Hal ini disebabkan, bahwa secara kunstitusional, pengader merupakan sosok yang mewakili produk pelatihan-pelatihan di HMI. Yakni, seseorang disebut sebagai pengader jika telah melewati jenjang LK-I, LK II dan SC. Dengan syarat-syarat yang demikian, maka sangat sah jika asumsi tersebut sampai saat ini tetap dipertahankan. Dan mau tidak mau sebagai upaya terus membentuk kualitas diri manusia secara umum dan diri pengader secara khusus, maka sebagai pengader tidak ada salahnya asumsi itu juga harus kita jawab dengan kerja keras dan wujud nyata peran ideal pengader dalam terus meningkatkan kualitas perkaderan di HMI.
Dalam Pedoman Pengader, disebutkan bahwa Pengader adalah sosok dengan kepribadian yang utuh, sebagai pendidik, pemimpin, dan pejuang(mujahid). Dengan demikian setiap insan pengader HMI terlibat dalam proses idealisasi menuju citra diri, yang dalam aktifitas dan peranannya senantiasa diusahakan untuk merealisasikannya.
Sebagai pendidik, pengader HMI adalah pembawa dan penjaga nilai Islam. Pelaksanaannya dalam sistem pelatihan, pengader HMI mengharuskan untuk mendidik dan menempatkan dirinya terlebih dahulu sebagai uswatun hasanah (suri teladan). Islam menuntut agar seorang pendidik senantiasa satu kata antara lisan dan perbuatan, karena Allah SWT melarang setiap muslim menuturkan sesuatu yang dirinya tidak melakukan, bahkan justru memulai sesuatu yang diajarkan dari dirinya (ibda’ bi nafsihi).
Proses edukasi dalam pelatihan juga mengharuskan pengader untuk memperlakukan anggota HMI sebagai subyek, dan secara khusus dalam latihan HMI memperlakukannya sebagai subyek latihan. Maka pengader HMI harus memperlakukan peserta sebagai subyek yang memiliki batasan-batasan hak dan kemerdekaan tertentu. Dengan demikian, setiap unsur “pemaksaan” kehendak kepada subyek latihan harus dihindari. Sebalikanya, perlaku-an terhadap edukatif subyek latihan akan menyebabkan proses tarnsformasi nilai yang dilakukan oleh pengader HMI kepada subyek latihan dapat berjalan secara lebih manusiawi.
Sebagai pemimpin, pengader adalah penjaga ukhuwah islamiyah di kalangan kader-kader HMI, khususnya di kalangan pengurus. Pada posisi ini pengader HMI harus berperan sebagai integrator dari setiap bentuk “konflik dan friksi”, yang timbul di kalangan kader HMI. Dalam posisi yang sama pula, berperan sebagai pengamat perkembangan HMI, guna mengidentifikasi permasalahan yang timbul serta berupaya untuk mengusahakan pemecahannya secara konsepsional maupun operasional.
Sebagai pejuang, pengader HMI menempatkan diri sebagai pelopor dalam melaksanakan amar ma’ruf nahy munkar , baik dalam dinamika intern HMI maupun lingkungan eksternal HMI. Kepeloporannya dalam kerja kemanusiaan atau amal sholeh merupakan tuntutan atas tanggung jawab kemasyarakatannya dalam berbagai realitas kehidupan umat manusia. Langkah amar ma’ruf ini dilakukan untuk menggali potensi kreatif menjadi bentuk amal sholeh bagi kader-kader HMI maupun masyarakat. Sedangkan nahy munkar dilakukan untuk membendung potensi destruktif dari manapun datangnya.
Konsekuensi dari tiga sosok potensi yang padu, yakni pendidik, pemimpin, dan pejuang, maka pengader adalah insan yang memiliki kesadaran ideologis yang tinggi, ikhlas berjihad di jalan Allah SWT, istiqomah, memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang relevan dengan tugasnya sebagai pengelola latihan HMI.
Dalam pembahasan lebih lanjut terkait berbagai sisi urgensi untuk mengupayakan pengader sebagai sosok ideal tersebut, maka pada Kongres-25 di Palu merekomendasikan PB untuk memfasilitasi pembentukan lembaga koordinasi nasional yang diperuntukkan secara khusus buat pengader, melalui musyawarah nasional pengader (lihat SK Nomor: 07/A/KPTS/KONGRES 25/07/1426. tentang hasil-hasil komisi rekomendasi). Dan pada pleno II yang diselenggarakan di Makassar pada pertengahan 2006, disepakati adanya lembaga pengader nasional yang bernama KPN (Korp Pengader Nasional)
3. Memahami Pola Hubungan KPN dan KPC
Sejauh ini memang belum ada aturan yang baku tentang pola hubungan kerja secara struktural antara KPN dengan KPC, juga belum ada aturan khusus yang mengatur aturan dan pedoman KPN, hal ini harus disadari mengingat keberadaan KPN yang masing tergolong baru. Namun mengacu pada pedoman struktur HMI tentang acuan kerja, yang menempatkan KPN sebagai bagian dari struktur PB HMI, maka secara hirarkis hubungan KPN dengan lembaga khusus pengader dibawahnya, termasuk KPC bersifat koordinatif (lihat Pedoman Struktur HMI tentang Hirarki Struktur HMI pada lampiran 1).
Dengan demikian sebagai upaya meningkatkan kualitas pengader secara nasional, keberadaan KPN adalah sebagai “ijtihat”melakukan koordinasi pengader secara nasional. Yakni, agar senantiasa meningkatkan kualitas dirinya, baik dari segi aqidah (watak dan sikap), ilmu (pengetahuan, kecerdasan dan kebijaksanaan), serta keterampilan (kecakapan daya cipta dan daya tanggap); agar tidak terpengaruh oleh persoalan yang terjadi di luar lingkungan HMI dan terbuka terhadap nasehat untuk kebaikan dirinya; dan senantiasa mengikuti perkembangan kebijakaan HMI dan kemasyarakatan, baik di tingkat daerah, nasional maupun internasional ( lihat: 3 Pengadoman Pengader, pasal 3, tentang kewajiban pengader), serta dalam kondisi apapun harus tetap menjaga nama dirinya, himpunan, dan Islam secara keseluruhan.
You Might Also Like :
2 comments:
gaungnya tidak ada lagi
gaya to
Post a Comment