Blogger Tricks

MATANYA

Tuesday, March 20, 2007

Khittah Perjuangan


4:05 PM |

(Catatan Pasca Lokakarya nasional)
Oleh: Zubaeri

A. Khittah sebagai historis dan normatif

Khittah perjungan yang selanjutnya disingkat (Kh-p) adalah produk sejarah yang mengandung dua makna sekaligus. pertama, Kh-p sebagai pergulatan pemikiran dalam merespon realitas situasi dan kondisi baik eksternal maupun internal. Dalam arti bahwa Kh-p harus selalu berubah sesuai dengan zaman. Kedua, kh-p sebagai nilai normatif yang menuntut ke-universalitas dan keabadian. Sehingga kh-p sebagai nilai normatif harus selalu berpegang teguh pada prisip-prisip dasar dalam keteraturan alam.

Berbicara sejarah, berarti berbicara masalah perubahan sosial. sedangkan faktor mendorong perubahan sosial dalam masyarakat antara lain (1) perkembangan pemikiran manusia. Karena dari pemikiran manusia dapat membuat konsep maupun strategi dan taktis sebagai upaya untuk merumuskan tatanan masyarakat yang lebih baik. (2) kultur atau tradisi. Ini sebagai penguatan suprastruktur budaya dalam masyarakat dalam membangun dan menjaga tatanan yang telah dirumuskan. (3) kepercayaan atau keimanan akan tuhan sebagai pengikat antar entitas masyarakat sehingga dapat dijadikan ideology dalam gerakan perubahan social. (4) kepemimpinan sebagai mekanisme mobilisasi dalam perubahan sosial.(5) situs atau simbol sebagai tanda sebuah sejarah yang menjadi momentum sehingga kita dengan mudah mengenali.
Dari sekian faktor diatas, harapannya menjadi satu rangkaian sejarah yang dapat kita jadikan alat bagaimana Kh-p dibutuhkan, tentunya sebagai sejarah yang masih bisa kita rasakan sampai saat ini.

Karena secara normatifitas Kh-p adalah keyakinan kepada sang pencipta dan unsur ciptaan yang tidak terpengaruh oleh sejarah manusia, sehingga sesuatu yang normatif merupakan kebenaran hakiki, dan hanya yang hakiki dapat menjelaskan atas dirinya secara benar.
Oleh karena itu, keyakinan atas yang normatif menuntut untuk taqwa (menjalankan perintah dan menjauhi larangan), taqwa menuntut kesabaran, kesabaran menuntut kepada teguh pendirian,dan teguh pendirian menuntut akan keberanian dalam rangka menantang terhadap yang coba menjauhkan diri kepada sang pencipta, apalagi kepada sesuatu (orang, institusi) yang ingin menghancurkan. Pada akhirnya antara yang historis dan normatif harus kita kemukaan untuk saling mengisi agar aktual dan tetap abadi.

B. Sejarah singkat khittah perjuangan.
Khittah perjuangan lahir sebagai respon terhadap sejarah perubahan realitas di Indonesia, juga sebagai tangungjawab HMI. Dan kh-p pada awalnya merupakan pembeda dengan HMI (HMI-Dipo) sebelumnya sebagai upaya menunjukan keberadaan ummat Islam atau mahasiswa Islam yang masih konsisten berpegang teguh dengan karakteristik dan identitas dengan ideologi yang sedang berkembang dalam masyarakat, yakni ideologi sosialis maupun komunis saat itu. karena ideologi dimasyarakat dianggap tidak sesuai dengan keyakinan atau bertentangan dengan nilai-nilai keislaman.

Untuk mewujudkan hal itu, maka dibuatlah semacam “pembeda” sebagai identitas yang nantinya dapat menjadi pembanding terhadap ideologi yang sedang berkembang dimasyarakat seperti paham komunisme atau sosialisme, humanisme, pluralisme dll. Adapun karakteristik dan identitas tersebut disebut dengan kepribadian HMI (baca; NDP) yang kukuhkan pada tahun 1963 dikongres VII jakarta.

Selanjutkan, kepribadian HMI ini menjadi dasar-dasar dalam melaksanakan agenda di HMI sebagai gerakan mahasiswa Islam. Dalam perkembangannya krpibadian HMI ini disempurnakan dengan adanya makalah Cak nur atau Nurcholis Madjid yang berjudul Dasar-Dasar Islamisme. Makalah inipun mendapat respon positif oleh pengurus HMI dengan kritikan dan saran untuk diperbaiki, sehingga kemudian dalam kongres selanjutnya diganti menjadi garis-garis pokok perjuangan (GPP). Dan pada kongres IX dimalang diganti lagi dengan nilai dasar perjuanga (NDP).

Pada tahun 1985 keluar UU pemerintah no.08 yang berbunyi “seluruh organisasi masyarakat harus berdasarkan pancasila”. Sehingga HMI pecah menjadi dua kubuh. Pertama, HMI yang tetap dengan Azas Islam yang kemudian dikenal dengan HMI_MPO. Kedua, HMI yang mematuhi pemerintah, meskipun harus merubah azas organisasi yang sering disebut dengan HMI-DIPO, yang secara otomatis pedomanpun harus diganti dari NDP menjadi nilai identitas kader (NIK) meskipun secara subtansial tetap.

HMI-MPO yang kemudian mengukuhkan dirinya sebagai pemenang dalam mempertahankan azas Islam yang kemudian membuat pedoman yang diberi nama “Kkittah Perjuangan” yang bertumpu pada keyakinan kepada Allah SWT sebagai pusat kehidupan sampai saat ini. Walaupun pedoman tersebut pada awalnya hanya merupakan pointer-pointer hasil evaluasi atas NDP yang dipresentasikan dalam simposium mataram dan baru dapat dirumuskan menjadi pedoman utuh pada tahun 1992 disempurnakan tahun 1999 dan disempurnakan kembali 2003 dikongres 24 disemarang dan kemudian dirubah kemabali melalui lokakarya Nosional di Yogyakarta tanggal 10-13 februari 2006 yang akan disempunakan oleh Stering Comite yang diwaliki Saudara Syafinuddin Al-mandari dalam waktu 99 hari.

Dari uraian diatas dapat kita ringkas menurut sejarah perumusannya, bahwa ada beberapa perubahan yang signifikan mulai dari kepribadian sampai khittah perjuangan. pertama, pedoman sebagai kepribadian HMI. Kedua, pedoman sebagai dasar-dasar islamisme. ketiga, pedoman sebagai garis-gari pokok perjuangan. Keempat, pedoman yang menitik beratkan pada nilai dasar perjuangan. Kelima, pedoman kh-p sebagai pengkristalan nilai-nilai islam yang sesungguhnya. Terakhir keenam, pedoman Kh-p sebagai respon terhadap realitas keindonesiaan terutama Neo-liberalisme.

C. Paradigma khittah perjuangan
Paradigma HMI adalah Islam seperti yang tercantum dalam Anggaran Dasar (AD). paradigma ini menjadi cara pandang yang kemudian dirumuskan menjadi pedoman yang disebut dengan khittah perjuangan, dan dalam perkembangannya Kh-p disebut sebagai tafsir HMI terhadap Islam, maka kh-p dapat kita simpulkan sebagai cara pandang organisasi HMI untuk memahami islam.

ketika Islam bertumpu pada keyakinan kepada Tuhan. Maka keyakinan akan ADA-nya Allah SWT berfungsi sebagai nilai untuk melihat realitas objektif diri manusia maupun alam semesta. Karena realitas objektif segala sesuatu adalah manifestasi dari tuhan, sehingga tidak ada argumentasi yang dapat menggugurkan akan adanya “ADA” itu sendiri dan tidak ada realitas diluar yang bersifat objektif.

Adapun subjetif itu “ADA” disebabkan keberadaan objektifitas tuhan, karena Tuhan adalah objektif, mutlak dan sempurna dengan seluruh hukum_Nya. maka jelas bahwa kedudukan dan arti penting khittah perjuangan sebagai paradigma suatu organisasi adalah suatu niscaya.
Sehingga kedudukan kh-p di HMI harus dapat menjiwai dalam satuan tubuh yang utuh dan saling melengkapi, baik secar teoris maupun dalam mengimplementasiannya. Pertama, menjadikan kh-p sebagai keyakinan pembeda antara yang haq dan batil, hal ini sebagai kepala atau otak yang mengatur dalam mengoperasikan dalam kehidupan nantinya. Kedua, kh-p didudukan sebagai tubuh dalam organisasi HMI yang secara yuridis ada dalam anggaran dasar (AD). Ketiga, sebagai kaki-kaki yang dapat diopersionalkan secara fitri oleh anggotanya sehingga dapat membawa perubahan yang mendasar dengan segala struktur atau unsurnya. Keempat, sebagai nilai perjuangan bersama dalam mencapai tujuan dan menjadi naungan atau dapat menaungi dari seluruh organ tubuh diawal. kelima, hukum kepastian (eskatologis) yang harus Ada sebagai konsekuensi ketika seluruh rangkaian diatas tidak berfungsi dengan baik sesuai dengan hukumnya. maka apa yang terjadi kemudian ?.

Meskipun begitu, kh-p menjadi persoalan ketika kh-p dipersepsikan diluar keinginan kh-p atau perumus dalam membuat kh-p sendiri. yang terjadi kemudian adalah pemaknaan yang tidak sesuai baik secara subtansial maupun teks, walaupun pemaknaan plural merupakan bukti bahwa khittah perjuangan tersebut tetap hidup kata sebagian kader.

Harapannya, kh-p tidak hanya dimaknai sebagai kepala, tubuh, dan kaki secara terpisah. meskipun pemisahan tetap mempunyai makna tetapi pemisahan tidak bisa diartikan keseluruhan, karena keseluruhan adalah satu rangkaian yang terpisah dan tidak dapat dipisahkan. Satu untuk semua dan semua untuk satu. Seperti ada pepatah arab; “ satu melahirkan banyak, dan banyak membutuhkan yang satu”.

D. Tafsir khittah perjuangan
Apakah benar Khittah perjuang sebagai tafsir Islam ?, pertanyaan inilah yang harus kita ajukan dalam melakukan pengkritisan ataupun klaim bahwa kh-p sebagai tafsir. karena banyak prasyarat yang harus kita penuhi dalam menafsirkan sesuatu apalagi Islam, prasyarat itu adalah (1) mempunyai pengetahuan keislaman yang utuh dimana islam itu diturunkan, bagaimana Islam dan bagaimana perubahan makna Islam mulai awal sampai saat ini. Sampai hal-hal mendasar yang menyangkut persoalan dasar dalam Islam, seperti mengapa harus ada rukun islam, ada rukun iman, ada yang ubudiyah dan mualamat, ada yang bersifat historis dan normatif. (2) memiliki kemampuan akal terutama berkaiatan dengan hukum-hukum atau kaidah akliyah yang ditetapkan bersama.(3) mengetahui tema-tema pokok yang menjadi inti ajaran dan (4) mempunyai nilai yang menjadi landasan yakni nilai ketuhanan. (5) ada sinergisitas antara teks dan kontekstual secara pemahaman antara dahulu, sekarang dan masa depan sebagai proses kesejarahan yang berkelanjutan.

Sedangkan tafsir HMI terhadap islam terkesan hanya satu sisi yakni mengandung nilai filosofis yang diperdebatkan tanpa tahu historis dan pembentukan nilai dalam kesejarahan. Sehingga dalam proses perumusan khittah perjuangan dalam Lokakarya Nasional kemarin diakhir banyak sekali menjunjung kepentingan masing-masing cabang tanpa ada aturan, baik secara teks seperti al-qur’an dan sunnah maupun secara kerangka aturan berpikir secara pasti.
Sehingga tafsir HMI terhadap Islam banyak tergantung pada kesan kader, pengalaman dan pemikiran latar belakang pemikiran kader, persepsi kader terhadap Islam dan terakhir sejauhmana kader memaknai Islam sebagai azas HMI.

Oleh sebab itu, kh-p adalah tafsir yang merepresentasikan penafsiran atas kehendak kepentingan masing-masing cabang tanpa ada uji kebenaran hakiki yang ada dalam Islam. idealnya, suatu penafsiran seharuslah mengadung tiga hal secara umum yang saling berhubungan. Pertama, mempunyai dasar filosofi yang bertumpu pada nalar berpikir untuk selalu berproses “ untuk menjadi” bijaksana. yang banyak diperankan oleh nabi. Kedua, penafsiran harus bertumpu Al-qur’an sebagai pedoman ummat islam, dan HMI bagian dari organisasi yang menafsirkan keber-islaman. Ketiga, penafsiran harus terkaitan dengan konteks kesejarahan baik sosial, ekonomi, politik, budaya, seni dll. Sehingga ada sinergisitas dalam mengimplementasikan nilai yang universal al-qur’an dengan nilai realitas dilapangan, Antara nilai teoritis dan nilai praktis mempunyai keterkaiatan yang integral.

E. Menimbang khittah perjuangan dengan Neo-liberalisme
Sebenarnya khittah perjuangan dan Neo-liberalisme tidak dapat dipertentangkan. karena kh-p merupakan suatu pedoman teoritis HMI dalam membentuk karakter dan mental kader HMI untuk menjadi manusia yang sesungguhnya, seperti yang dicita-citakan dalam Islam (HMI) yakni ulil Albab. Sedangkan Neo-liberalisme adalah salah satu paham yang dapat merusak kedirian manusia yang sesungguhnya, terutama dengan faham Materialisme, Komsumtifisme dan Liberalisme.

Oleh karena itu, kh-p adalah sebuah kerangka teoritis sebagai batasan-batsan terhadap paham-paham yang menjauhkan diri manusia secara fitrah yang diberikan Tuhan. Baik secara materi yang nota-bene menjadi suatu berhala tuhan baru dalam era modernitas ini yang pertama. Kedua, menjadikan rasionalitas dalam menilai tingkat kebenaran dan meniadakan hati dan indra sebagai kebenaran lain. Ketiga, mempunyai sifat-sifat yang menjauhkan pada penyucian fitrah manusia, seperti dominasi, eksploitasi, iri, dengki, rakus dll.

Sedangkan Neo-liberalisme mempunyai agenda-agenda yang mengarah pada nilai materialistik, positifistik dan hegemotik. Lalu pola-pola seperti apa yang sering dipakai dalam melaksanakan agenda neoliberal tersebut?. Pertama, menempatkan nilai materi terutama modal sebagai penentu. Sehingga pengaturan kemanusiaan banyak dikendalikan lewat keuangan atau ekonomi. Kedua, menciptakan ukuran-ukuran baku dalam kehidupan manusia, baik image maupun citra. Ini dibuat sebagai pengikat dan pengontral kehidupan manusia. Ketiga, menggunakan media teknologi dan komunikasi sebagai kepanjangan tangan dalam mempengaruhi dan menggulirkan isu sehingga menjadi budaya yang terus berkembang dalam masyarakat.

F. Strategi paradigmatis khittah Perjuangan dalam melawan Neo-liberalisme
Pada dasarnya nilai ke-islaman adalah nilai tetap dan tidak berubah (baca; Ahmad wahib) dan yang berubah adalah perubahan nilai yang dipengaruhi oleh kondisi dan situasi zaman dimana orang hidup dan berkehidupan yang menjadi menentu pemaknaan. Oleh karena itu secara implisit dapat dikatakan bahwa nilai ke-islaman ditentukan oleh tingkat kesadaran akan ilmu pengetahuan dalam menangkap realitas.

Dalam menangkap realitas, Neo-liberalisme menggunakan paradigma modern yakni; rasionalisme sebagai paradigma epistimologi. humanisme sebagai paradigama aksiologis, dan materialisme sebgai paradigma ontologis dalam memaknai realitas. mengapa kita menolak secara tegas terhadap proses kapitalisme atau neo-liberalisme karena kapitalisme malakukan ketidak-terbukaan antara janji-janji yang diberiakan dengan kenyataan kehidupan sehari-hari, malah sebaliknya yang terjadi adalah manusia dijadikan sebagai fungsi ekonomi semata-mata dan ditindas oleh totalitarianisme dijalan kapitalisme monopolis.(baca; Dilema manusia modern.hal 61-62)

Sehingga khittah perjuangan harus menggunakan tradisi pemikiran islam dalam mengkanter paradigama neo-liberlisme diatas dengan; pertama, menggunakan tradisi tasawuf seperti jism, nafs, ‘aql, qolb, dan ruh. Kedua, dalam tradisi figih, tercantum dalam lima kategori yang sesuai dengan hirartki sumber hukum, ‘urf, ijmak, ijtihad, sunnah, dan al-qur’an. ketiga, tradisi teologis ilmu kalam yakni kholqillah, sunnatullah, amrullah,shifatullah dan dzatullah. Keempat, tradisi filsafat atau hikmah dalam islam yaitu; kausa prima, kausa final, kausa formal, kausa efisiensi dan kausa materi. Maka kemmpat intisari islam yang juga terdapat dalam khittah–p dapat dijadikan sebagai paradigma-paradigma epistimologi, aksiologi dan ontologi.(baca; integralisme agama dan ilmu hal101).

Dari paradigma diatas harapannya dapat mengurai dan memunculkan nilai keislaman secara komprehensif sebagai upaya menyangkal nilai-nilai Neo-liberalisme yang tengah menghegemoni baik secara budaya maupun pemikiran.

G. Penutup
Musuh kita sebenarnya adalah diri. Diri manusia banyak dipengaruhi oleh akal manusia. Akal manusia banyak dipengaruhi oleh cara pandang, cara pandang dipengaruhi oleh persepsi dan persepsi banyak dipengaruhi hal-hal yang bersifat materi dari pada yang hakiki. Oleh karena itu mari kita kembali kehakiki. Karena hakiki adalah tetap dan abadi. Maka jangan mau dipengaruhi oleh sesuatu yang bersifat sesaat, temporal, apalagi materi.



You Might Also Like :


0 comments: