Tim Perkaderan
Sebuah tulisan yang berisi tentang laporan peristiwa diskusi-diskusi yang dilakukan oleh Tim Perkaderan pada awal 2003. Tulisan ini memuat sebaran masalah yang muncul dalam perkaderan HMI disertai dengan berbagai tawaran solusi yang bisa membantu penyempurnaan perkaderan HMI kedepan
Perkaderan. Sebuah kata yang tak asing bagi setiap telinga kader HMI. Kata ini pula yang menjiwai arah gerak HMI, yaitu sebagai organisasi perkaderan dan perjuangan. Perkaderan juga adalah nafas dan jiwa HMI sebagai sebuah organisasi. Maka perkaderan adalah hal yang sangat penting untuk dikaji dan selalu dicari kontekstualisasinya. Agar jiwa dan ruh HMI tidak tergadai bahkan redup, maka perkaderan harus selalu dan selalu diperbaharui disesuaikan dengan tantangan zaman.
Oleh karena itu, tak heran apabila salah satu tema dari obrolan bulanan ini adalah perkaderan. Obrolan perkaderan, sebuah forum bersama yang dibentuk untuk membicarakan dan mengeksplorasi permasalahan-permasalah di HMI, menempatkan permasalahan perkaderan menjadi permasalah yang kedua yang harus dibahas setelah khittah perjuangan. Harapannya adalah melalui obrolan bulanan ini dapat diambil kesepakatan bersama lintas cabang yang nantinya diusulkan kepada struktur yang mempunyai kewenangan untuk melakukan treatment-treatment yang paling mungkin dilakukan dan bermanfaat bagi penyelesaian masalah perkaderan.
Eksplorasi permasalahan dilakukan pada obrolan bulanan putaran pertama, di Yogyakarta. Pada putaran pertama tersebut, seluruh peserta mengungkapkan seluruh permasalahan yang ada di HMI yang kemudian dikelompokkan menjadi permasalahan Khittah Perjuangan, Perkaderan, Desain organisasi, dan arah gerakan HMI. Yang menarik, hampir seluruh permasalahan yang diungkapkan peserta tersebut adalah masalah perkaderan. Hal ini sebenarnya bisa dipahami, karena masalah perkaderan memang masalah yang paling meresahkan kader dan membutuhkan strategi-strategi baru mengikuti zaman yang memang sudah berubah. Maka tidak mengherankan apabila peserta obrolan bulanan yang terdiri dari kader-Kader HMI dari seluruh cabang di Indonesia Bagian Tengah ingin membicarakan masalah ini dan mencari solusinya.
Permasalahan yang telah terpetakan di putaran pertama tersebut kemudian direkomendasikan untuk dibahas di tim kceil. Tim kecil ini selain bertugas untuk mendiskusikan permasalahan yang sesuai dengan peta permasalahan tadi, yaitu Khittah Perjuangan, Perkaderan, Desain Organisasi dan Arah Gerakan HMI, juga bertanggung jawab mengarahkan seluruh peserta obrolan bulanan dalam sebuah diskusi dengan metode yang tepat dan efektif, memberikan stimulus menuju solusi yang tepat, dan melaporkan hasil pembahasan. Target maksimal dari tim kecil ini adalah merumuskan solusi yang mampu dilaksanakan dan tepat.
Tim kecil ini terdiri dari peserta obrolan yang berasal dari cabang-cabang yang berbeda di Indonesia bagian tengah. Selanjutnya kita akan banyak mengeksplore permasalahan di perkaderan serta dinamika pembahasan masalah perkaderan baik itu di tim perkaderan maupun di obrolan bulanan sesi perkaderan.
Tim perkaderan beranggotakan 4 kader, yaitu Alina (Cabang Semarang), Romagia (Cabang yogyakarta), Bambang (Cabang Purwokerto), dan Yessi (Cabang Surakarta). Tim perkaderan ini bertanggung jawab untuk memandu peserta dan memberikan stimulus pembahasan permasalahan perkaderan. Oleh karena itu, untuk mempersiapkan segala sesuatunya tim perkaderan melakukan pertemuan awal di rumah Kanda Mahlani di gambiran Yogyakarta. Pada pertemuan tim tersebut dibicarakan beberapa hal yang secara detilnya akan kita bahas disini.
Diskusi Tim Perkaderan
20-21 Januari 2003, di Gambiran, Yogyakarta
Pada awalnya, tim perkaderan berencana bertemu pada hari Sabtu 18 Januari 2003, akan tetapi karena ada permasalahan teknis baru dapat dilakukan 2 hari kemudian, yaitu Senin 20 Januari 2003. Awalnya, tim berkumpul di sekretariat cabang Yogyakarta –Karangkajen--, kemudian sekitar ba’da magrib tim kemudian berangkat ke rumah Kanda Mahlani --yang telah menyediakan salah satu ruang di rumahnya untuk ditempati-- untuk melakukan duiskusi. Pada malam itu, diskusi tidak hanya diikuti oleh tim perkaderan saja, seperti Ikhwanusshofa dan Taufik anggota tim Khittah Perjuangan, Aminah dan Eva kader HMI lAIN Sunan Kalijogo Yogyakarta juga mengikuti diskusi tim perkaderan tersebut.
Diskusi tim dimulai kurang lebih jam sembilan malam. Diskusi diawali dengan pemetaan ulang permasalahan perkaderan. Beberapa permasalahan yang telah terpetakan di obrolan bulanan putaran pertama berusaha dieksplore kembali untuk menemukan apakah ada permasalahan yang belum tercover dalam poin-poin permasalahan tersebut. Dibawah ini adalah permasalahan perkaderan yang terpetakan di obrolan bulanan putaran pertama.
Hasil Eksplorasi Permasalahan Perkaderan
Obrolan Bulanan Putaran Pertama
Perkaderan masih dalam bayang-bayang pelatihan
Permasalahan pengader : permasalahan nama, fungsi, status, wewenang dan profesionalitas.
Reduksi implementasi perkaderan menjadi hanya perkaderan bentuk pelatihan saja khususnya pelatihan umum.
Banyak potensi kader yang tak terbedayakan.
Format perkaderan pasca struktur yang nggak jelas.
Permasalahan kultur
Nggak jelasnya implementasi perkaderan bentuk jaringan.
Berpijak dari hasil eksplorasi permasalahan perkaderan diatas, tim perkaderan berusaha mengeksplorasi kembali permasalahan perkaderan. Dari hasil eksplorasi tim perkaderan atas masalah, walaupun beberapa permasalahan telah tercover di hasil eksplorasi masalah di obrolan bulanan putaran pertama, akan tetapi ada beberapa hal yang memang belum ada. Bisa jadi perluasan masalahan atau malah lebih menfokuskannya. Untuk lebih jelasnya dibawah ini adalah hasil eksplorasi masalah perkaderan oleh tim.
Hasil Eksplorasi Masalah Perkaderan
Tim Perkaderan
Adanya pemaknaan perkaderan yang sempit.
Permasalahan institusional pengader.
Reduksi implementasi perkaderan
Potensi kader yang terbunuh.
Format perkaderan pasca struktur.
Permasalahan kultur.
Implementasi perkaderan bentuk jaringan.
Konsep follow up pelatihan umum.
Pemberdayaan HMI wati.
Setelah mengeksplorasi permasalahan, ada perdebatan di tim untuk langkah selanjutnya. Apakah akan memulai pembahasan dari konsep perkaderan di HMI --pedoman perkaderan-- dengan harapan akan menemukan sumber permasalahan yang menjadi sebab banyaknya permasalahan yang hampir seluruhnya berada di tingkat implementasi. Di sisi lain, beberapa anggota tim juga menginginkan pembahasan dari dataran implementasi agar dapat menghasilkan solusi yang tepat sesuai kondisi. Akan tetapi pembahasan masalah melalui cara yang kedua ini dikhawatirkan menghasilkan pembahasan yang parsial dan hasil yang parsial serta tidak menyeluruh. Perdebatan ini akhirnya diakhiri dengan kesepakatan untuk mencoba kedua cara pembahasan masalah tersebut. Yaitu deduktif, atau dari konsep perkaderannya hingga ke dataran implementasinya, dan induktif, atau dari implementasi perkaderan sekaligus sambil tetap melakukan analisis terhadap konsep perkaderannya.
Pembahasan diawali dari model yang pertama, yaitu dengan mengawali dari pembahasan konsep perkaderan atau pedoman perkaderan. Pembahasan pedoman perkaderan dilakukan dengan mencoba membandingkan pedoman perkaderan dari periode ke periode, yaitu PP (Pedoman Perkaderan) tahun 1984, PP tahun 1992, dan PP tahun 1997/1999. Langkah ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang perubahan konsep perkaderan dari tahun ke tahun. Hal ini juga dilakukan untuk mendapatkan gambaran apakah ada kontekstualisasi konsep perkaderan dari tahun ke tahun.
Akan tetapi, cara yang pertama ini mengalami deadlock. Tim berhenti dan tidak menemukan metodologi lanjutan yang efektif untuk menganalisis pedoman pekaderan dari tahun ke tahun. Memang cara yang pas untuk melakukan analisis adalah melakukan bedah PP tahun 84, 92, dan 97/99. Akan tetapi membedah satu persatu PP dari tahun ke tahun memerlukan energi dan waktu yang cukup banyak. Padahal waktu yang tersedia antara diskusi tim hingga ke obrolan bulanan sangat singkat, sehingga tim memutuskan untuk memakai metodologi lain.
Metode selanjutnya adalah dengan membahas permasalahan sesuai dengan rekomendasi obrolan bulanan putaran pertama dan selanjutnya berusaha untuk menyusun solusi dan treatment yang tepat. Dalam pembahasan induktif ini, memang mendapatkan solusi-solusi yang paling mampu dilakukan dalam waktu dekat. Contohnya saja, untuk mengatasi tidak terberdayakannya potensi kader, tim membuat strategi untuk menghidupkan lembaga kekaryaan di tingkat cabang-cabang. Strategi implementasinya disepakati melalui cara top down, yaitu dengan model intruksi dari PB ke cabang-cabang agar cabang mengirimkan 2-3 orang kader untuk ditraining jurnalistik dan penerbitan atau skill-skill lain yang mendukung ke arah penghidupan lembaga kekaryaan, kemudian kader tersebut diberi mandat untuk mendirikan lembaga kekaryaan di cabang masing-masing. Untuk lebih lengkapnya, dibawah ini merupakan kesepakatan treatment yang ada kaitannya dengan strategi implementasi perkaderan.
Permasalahan yang Berkaitan dengan Sistim Operasional
Fase Rekruitment
Masalah:
Mahasiswa tidak tertarik dengan HMI Tidak PD masuk HMI
Adanya persaingan yang ketat antara organisasi ekstra univesitas
Sebab:
Pragmatisme dan hedonisme
Eksklusifitas HMI
Elitisitas HMI
Strategi:
Meningkatkan strategi perekrutan kader
lmplementasi:
Sesuai dengan nilai lokal dan kondisi lokal
Diadakannya Training Marketing bagi pengader
Adanya Up Grading sesuai kebutuhan di komisariat
Pragmatisme mahasiswa
Sebab:
a. Kesibukan dan tidak "ramahnya" sistem akademik
b. NKK-BKK
Strategi:
Kembali memikirkan gerakan melalui kampus, baik melalui organisasi intra maupun metode lainnya
lmplementasi:
Penguatan kreatifitas model kegiatan di komisariat.
Hasil diatas merupakan hasil pembahasan beberapa permasalahan perkaderan melalui cara induktif. Akan tetapi hasil tersebut diatas juga dirasa sangat parsial dan tidak menyentuh permasalahan mendasar yang sangat ingin dicari titik solusinya. Maka, tim perkaderan pun mencoba satu metode yang merupakan metode terakhir dari metode-metode pembahasan yang digunakan pada pembahasan di tim. Yaitu, dengan "mengabaikan" konsep perkaderan yang sudah ada dan mencoba menyusun konsep perkaderan yang sesuai dengan tuntutan zaman dan harapan kader sekarang pada umumnya. Jalan ini diambil berangkat dari persepsi bahwa konsep perkaderan yang ada memang sudah tidak kontekstual lagi dengan kondisi kekinian, dan apabila masih sesuaipun kader tetap memerlukan konsep perkaderan yang berangkat dari harapan mereka dan cita-cita mereka.
Metode yang terakhir ini diawali dengan pembahasan
Karakteristik Masyarakat Masa Depan
Manusia Yang Dibutuhkan dalam Konteks Masyarakat Tersebut
Pola Perkaderan Umum yang dibutuhkan Karakter Manusia yang Dibutuhkan
Konsep Perkaderan dari arah, model hingga sistem operasionalnya.
Disini akan kami bahas satu persatu dari keempat permasalahan tersebut.
1. Karakteristik Masyarakat Masa Depan
Masyarakat kekinian hingga ramalan keadaan masyarakat ke depan adalah sebuah tatanan masyarakat yang materialistik dan kapitalistik. Dikarenakan hegemoni kapitalisme yang sedemikian kuat dengan strategi-strateginya untuk menguasai manusia, akan ada suatu keadaan dimana spiritualitas semakin melemah. Dikarenakan ada hegemoni dan globalisasi yang sedemikian hebatnya, peran sosial akan semakin melemah, apalagi di sisi budaya dan dinamika kehidupan beragama. Ketika masyarakat telah terhegemoni, bentuk imperialisme gaya baru (neo imperealisme) akan muncul. Yaitu dengan adanya perbenturan berbasiskan ideologi yang di sisi lain dilakukan untuk menguasai negara/suku/bangsa atau bahkan ideologi tertentu. Kasus dan perilaku terorisme akan semakin massif dikarenakan adanya kekecewaan yang amat sangat dari sebagian bangsa yang "dijajah". Keadaan yang tak pasti ini bahkan diramalkan mengakibatkan perang militer antar berbagi ideologi/bangsa/negara. Keadaan yang tak menentu ini mengakibatkan ketidakpercayaan masyarakat dunia terhadap ideologi. Karena ideologi (agama, atau ideologi yang telah mapan seperti komunisme dan kapitalisme) terbukti hanya menimbulkan permusuhan dan kehancuran di muka bumi. Dikarenakan ketidakpercayaan ini, tumbuhlah nilai-nilai bersama yang menjadi semangat dan kesepemahaman masyarakat dunia, seperti nilai kemanusiaan, keadilan, kebebasan untuk hidup, dan nilai-nilai dasar yang lain. Dan satu lagi keadaan yang dihasilkan oleh kekacauan dan peperangan (neo imperialisme) tersebut adalah bergesernya kekuatan politik dan ekonomi ke Asia yang awalnya dipegang oleh Eropa dan AS.
2. Manusia yang Dibutuhkan dalam Konteks Masyarakat Tersebut
Karena keadaan masyarakat yang sangat jauh dari nilai-nilai humanisme dan dikuasai oleh materialisme, maka manusia yang dibutuhkan adalah;
Manusia yang berpola pikir dari nilai-nilai ketauhida
Mempunyai perilaku profetis
Berkemampuan membangun instrumen-instrumen peradaban
3. Pola Perkaderan yang Dibutuhkan untuk Menghasilkan Karakter Manusia seperti diatas:
Kesepakatan pola perkaderan di tim yang dibutuhkan adalah pola perkaderan yang memberikan kapasitas religiusitas, kognitif, afektif, dan psikomotorik.
4. Konsep Perkaderan dari arah, model hingga sistem operasionalnya.
Tim perkaderan hanya menyepakati beberapa prinsip umum dari konsep perkaderan yang ingin diwujudkan untuk membentuk kader seperti yang telah digambarkan diatas. Prinsip umum tersebut adalah;
Konsep perkaderan yang sesuai dengan kondisi dan dapat dibahasakan dengan bahasa yang dipahami kader.
Model pekaderannya merupakan perkaderan andragogik dan partisipatoris
Ketika pembahasan akan memasuki pada dataran sistem operasional dari bentukbentuk perkaderan, waktu tetah menunjukkan waktu subuh hari selasa tanggal 21 Januari 2003. Karena beberapa alasan teknis dan permasalahan waktu masing-masing anggota tim, sehingga pembahasan tim perkaderan diakhiri dan disepakati ditindak lanjuti di obrolan bulanan putaran ketiga sesi perkaderan di Purwokerto tanggal 25-26 Januari 2003.
Obrolan Sulanan Putaran Ketiga Sesi Perkaderan
25-27 Januari 2003, di Baturaden Purwokerto
Obrolan bulanan putaran ketiga ini diawali pada hari Sabtu 25 Januari 2003, dengan agenda review dan kesepakatan forum. Untuk hal tersebut kiranya tidak usah kami ungkapkan disini. Langsung saja ke agenda esok harinya, yaitu Ahad 26 Januari 2003, yang diawali dengan laporan atau presentasi dari tim perkaderan yang telah bertugas untuk memberikan metodologi dan arahan pembahasan masalah perkaderan. Laporan dan presentasi hasil tim sama seperti kami gambarkan di hasil Diskusi tim Perkaderan diatas, sehingga tidak perlu kami ulangi lagi. Setelah presentasi dari tim, dimulailah pembahasan oleh peserta obrolan perkaderan yang dimoderatori oleh tim perkaderan.
Tim perkaderan berusaha menawarkan metodologi pembahasan permasalahan perkaderan dengan metode yang terakhir, yaitu melalui "mengabaikan" konsep perkaderan yang sudah ada dan mencoba menyusun konsep perkaderan yang sesuai dengan tuntutan zaman dan harapan kader sekarang pada umumnya. Jalan ini diambil berangkat dari persepsi bahwa konsep perkaderan yang ada memang sudah tidak kontekstual lagi dengan kondisi kekinian, dan apabila masih sesuaipun kader tetap memerlukan konsep perkaderan yang berangkat dari harapan mereka dan cita-cita mereka. Metode ini disepakati oleh peserta obrolan bulanan. Selanjutnya mengalirlah pembahasan sesuai dengan metode tersebut.
1. Konteks Masyarakat ke Depan
Pembahasan pada tema ini masih menggunakan kerangka yang telah diberikan oleh tim perkaderan. Hal tersebut dapat dilihat di hasil diskusi tim perkaderan. Tentang runtuh atau tidaknya kapitalisme, terjadi perdebatan yang cukup seru diantara peserta obrolan bulanan. Sebagian peserta menyepakati bahwa kapitalisme akan runtuh sedang sebagian yang lain justru meyakini kapitalisme akan semakin kuat hingga masa puncak kejayaannnya. Puncak kejayaan kapitalisme ini diyakini telah sampai dan tinggal menunggu keruntuhannya, ini diyakini oleh peserta yang meramalkan kapitalisme akan segera runtuh. Sedangkan sebaliknya peserta yang lain menganggap kejayaannya belum sampai dan entah kapan akan tercapai sehingga mereka meyakini bahwa kapitalisme akan semakin kuat saja hingga waktu yang belum bisa ditentukan. Perbedaan cara pandang akan kapitalisme ini mengakibatkan pembahasan kemudian beralih dengan sendiri ke bagaimana cara mengalahkan kapitalisme. Hampir keseluruhan peserta sepakat bahwa penguatan kapasitas kemandirian baik secara individual maupun komunal merupakan salah satu cara mengalahkan paling tidak melemahkan kapitalisme. Pembahasan di sesi ini agak tak terarah sehingga tidak menghasilkan hasil yang maksimal. Pembahasan terus saja berputar-putar. Bahkan karena banyak peserta yang mulai jenuh dengan model pembahasan kemudian mengungkapkan jalan praktis pragmatis. Seperti, tidak usah merumuskan masyarakat ke depan tapi langsung aja ke tataran parktis kontekstualisasi perkaderan. Atau ungkapan bahwa HMI harus tetap bertindak kontekstual walaupun berfikir ideal dan melangit.
2. Kader Cita HMI
Karena pembahasan keadaan masyarakat ke depan tak terselesaikan, kemudian peserta merasa ingin langsung saja ke pembahasan kader cita HMI saja. Salah satu alasan kenapa ini dilakukan adalah adanya anggapan bahwa konsep masyarakat yang ada di PP 99 masih relevan dan kontekstual. Ada beberapa hal yang disepakati disini tentang Kader Cita HMI, yaitu
Bahwa insan Clta Ulil Albab di PP 99 masih relevan hanya ditambahkan beberapa hal untuk melengkapinya;
a. Kader HMI harus mempunyai kemampuan berdialog dan bekerjasama
Seperti mamiliki kemampuan untuk berkomunikasi
Bersedia untuk tolong-menolong untuk kebaikan
Mampu menerima kebenaran darimanapun asalnya.
b. Bermoral dan memiliki intergritas yang tinggi.
Kesepakatan diatas dengan catatan bahwa penerjemahan ciri-ciri insan ulul albab haruslah dengan bahasa yang dapat dipahami kader dan mahasiswa pada umumnya.
3. Kesepakatan di sisi Sistem Operasional
Pada pertemuan obrolan bulanan ba'da isya hari Ahad, 26 Januari 2003, peserta merasa pembahasan dari awal belum mengena pada sisi operasional perkaderan. Padahal, sebenarnya di tingkatan inilah keresahan akan adanya treatment dan solusi permaslahan ingin segera didapatkan. Maka, pada sesi malam hari sampai senin subuh tanggal 27 Januari 2003, peserta berusaha mencarai solusi atau kesepakatankesepakatan yang mampu dilakukan oleh cabang-cabang dan tepat mengenai sasaran permasalahannya. Hal ini memang dirasa berubah dari metode yang sedari awal disepakati, akan tetapi pembahasan yang terakhir ini merupakan kebutuhan peserta yang notabene berasal dari struktur cabang di Indonesia Tengah. Dibawah ini adalah kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkan;
a. Proses rekruitment karena pragmatisme mahasiswa
# Dianjurkan melaksanakan maperca yang disesuaikan dengan kondisi lokal
# Pendekatan perekrutan yang disesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa
b. Latihan Umum tetap dipertahankan
# Kesamaan dan Ideologisasi
# Pola penerapannya dan pelaksanaannya dievaluasi secara gradual
# Terus diupayakan adanya kreatifitas dalam pelaksanaan pelatihan umum
c. Biasnya peran KPC dan pengkultusan KPC (Korps Pengader Cabang)
# Ada keinginan untuk merubah nama KPC menjadi LPLU (lembaga Pengelola
Latihan Umum)
# Perubahan pemahaman bahwa pada hakikatnya seluruh kader
adalah seorang pengader
# Dimasukkannya materi perkaderan pada pelatihan umum dari LK I
hingga LK III agar kader mampu mengimplementasikan peran pengader
pada diri masing-masing
d. Tak Terbedayakannya Potensi Kader
Dibentuk lembaga kekaryaan dengan sistem top down, seperti hasil diskusi
tim perkaderan diatas.
e. Untuk mendukung kekatifan dan menghidupkan lembaga kekaryaan,
pola perkaderannya harus disesuaikan;
LK I -> Training Dasar Lembaga Kekaryaan -> LK II -> Training Lanjutan Lembaga
-> LK III
f. Komitmen untuk penguatan pengader
Obrolan bulanan ini akhirnya diakhiri pada subuh hari Senin, tanggal 27 Januari 2003. Dengan hasil yang mungkin masih banyak belum memenuhi target, namun karena berbagai kondisi obrolan bulanan sesi perkaderan dengan hasil diatas. Demikian tulisan hasil tim perkaderan. Semoga bermanfaat.
You Might Also Like :
0 comments:
Post a Comment